Selasa, 14 Desember 2010

Lintas Indonesia - East Java (Tawangmangu, Suramadu, Bromo, Sempu Island)


Grüße Backpacker,
Hari Kamis (22-07-10), Rencana matang sudah, Kendaraan siap berangkat, Peralatan sudah lengkap, dan waktunya telah tiba, tinggal menunggu kepastian jadi berangkat atau tidak. Akhirnya pukul 13.30 sebuah Motor Yamaha Vixion dan Jupiter MX dg pasti membawa kami berempat dalam tour kali ini.
Awalnya kami ragu untuk berangkat mengendarai motor, tapi ya sudahlah daripada tidak jadi. Perjalanan pada hari pertama kami tempuh dengan lancar melewati Kota Klaten, Surakarta, Karanganyar dan menjelang senja tibalah di Tawangmangu. Suatu daerah dataran tinggi di lereng Gunung Lawu yang kaya akan hasil pertanian dan pemandangan yang hijau. Namun, tak bisa berlama-lama disini karena kondisi jalan yang gelap dan berkelok-kelok kami berharap dapat tiba di Magetan sebelum Magrib. Ternyata tiba di Magetan tepat sebelum jam 6, setelah ibadah magrib perjalanan dilanjutkan menuju Kota Madiun. Kurang lebih 1 jam kami tiba di rumah salah seorang kerabat di Madiun untuk menumpang bermalam. Tapi dirasa belum puas perjalanan hari ini, akhirnya kami berinisiatif berjalan-jalan sejenak di kota Madiun. Ternyata nuansa malam di Alun-alun kota ini cukup ramai dan bersahabat. Sungguh menyenangkan merasakan canda dan tawa malam di kota orang.
Jumat Pagi (23/07), lelah akibat perjalanan hari sebelumnya nampak sudah tak terasa. Pagi itu juga kami berkemas dan bergegas untuk perjalanan selanjutnya, sesuai jadwal tujuan hari ini adalah Jembatan Suramadu dan Bromo. Bila tidak ada kendala harapannya bisa tiba di desa terdekat dengan Bromo sebelum gelap. Tepatnya pukul 9.00 setelah motor siap dan berpamitan, berangkatlah kami. Mengingat hari ini Jumat, saat tiba di Kota Jombang tak lupa singgah sejenak untuk ibadah Jumat. Lepas itu kami mencari lokasi untuk makan siang dengan bekal yang sudah disiapkan, akhirnya kami menemukan tempat rindang dipinggir jalan. Sungguh suatu perjalanan yang berkesan, saat menyantap makan siang ditemani tawa di bawah pohon yang rindang apalagi cuaca siang itu cukup panas. Setelah perut kenyang sekitar pukul 14.00 kata seorang teman, “Ayo, Lanjut!”. Sebenarnya sebelum perjalanan ini, kami sudah coba menginventaris lokasi-lokasi untuk bisa dikunjungi yang sekaligus terlewati dalam perjalanan ini. Makanya saat melewati Kecamatan Trowulan niatnya hendak mampir sejenak untuk melihat-lihat peninggalan Kerajaan Majapahit, tapi waktunya mepet ya sudahlah. Sampai akhirnya terjebak kemacetan saat baru memasuki kota Surabaya tepat pukul 15.30, selain macet juga karena buta akan kota ini menjadikan kami hanya berputar-putar sekitar satu jam. Ya Sudah bertanyalah kami pada Pak Polisi, “Mas Polisi, arah ke Suramadu kemana ya?” ternyata sudah dekat hanya 10 menit lagi. Ehm... inilah gerbang Jembatan Suramadu, modal Rp 3.000/motor kami menyebrang jembatan ini. Saat yang tepat untuk melintasi jembatan ini, di arah barat terlihat matahari yang mulai tenggelam. Sesampainya di ujung jembatan tibalah kami di Pulau Madura, walau cuma mampir tapi lumayanlah. Meskipun sudah ada jam yang melekat di tangan masih saja lupa waktu, sehingga baru pukul 16.30 keluar dari Suramadu. Akibatnya tentu saja rencana hari ini berantakan dan kami justru malah makin santai.
Menjelang akhir Magrib tibalah kami di Sidoarjo, ada sekitar 2 jam untuk istirahat lagi dan makan malam. Makan malam ternyata menjadi “doping”, semua lelah dan kantuk berasa hilang. Apalagi jalanan yang sepi makin memudahkan kami untuk memacu kendaraan dengan kecepatan super tinggi. Mulai daerah Lumpur Sidoarjo hingga taman safari 2 di Malang tak terasa sudah terlewati. Tak jauh dari dari taman safari (masih daerah Kab. Malang) ada petunjuk kearah Nongkojajar. Rute menuju bromo melalui jalur ini adalah Kab. Malang – Purwodadi – Nongkojajar – Tosari – Wonokitri – Bromo. Nongkojajar adalah salah satu rute menuju Bromo dan perlu diingat untuk mengisi bensin terlebih dahulu. Karena sudah tak ada pom bensin lagi sampai Tosari (desa terdekat dg Bromo). Adapun bensin yang dijual eceran dan langsung ludes saat pagi hari ketika aktivitas masyarakat sekitar dimulai. Satu lagi, kurang baik melewati jalur ini malam hari karena daerah yang berkelok-kelok dan gelap. Tapi bagi kami mau bagaimana lagi, tak terasa justru kami tiba disebuah pertigaan yang mengarah ke Desa Tosari dan Desa Andanasari. Justru kami memilih jalan yang salah yaitu Desa Andanasari, tapi kami malah sangat beruntung. Menemukan sebuah counter HP yang masih buka pukul 22.30, kami malah merasa disambut dengan hangat. Setelah sekedar bertanya arah ke Tosari, malah kami dianjurkan untuk tidak melanjutkan kesana pada malam hari karena Berbahaya. Akhirnya kami pun menurut, sambil mengobrol dan merasakan udara malam yang main dingin akhirnya datang secangkir kopi hangat. Wuih, hari yang sangat beruntung. Setelah itu justru ditawari untuk bermalam di basement ruko tersebut (tanpa dipungut biaya lagi). Ini memang hari yang sangat beruntung, awalnya nyasar malah selamat dari bahaya dan dapat tempat bermalam gratis pula. Penuh keberuntungan untuk menggambarkan hari itu sampai akhirnya bisa terlelap...

Sabtu pagi (24/7) saat fajar mulai terlihat udara dinginlah yang justru membangunkan kami. Sambil menunggu mesin motor dipanaskan, aktivitas masyarakat sekitar pagi itu mulai terlihat. Mulai yang menuju ke ladang hingga siswa-siswi yang berangkat sekolah. Tak lama dari itu, tepatnya jam 6.30 kami pun berpamitan dan tak lupa mengucapkan banyak-banyak terima kasih pada beberapa pemuda disana yang sangat ramah. Perjalanan pun kami nikmati, kapan lagi melintasi jalan berkelok-kelok di lereng pegunungan saat pemandangan seindah ini. Karena takut kesasar lagi, kami berfikir lebih baik menyewa guide untuk mengantar motor kami ke padang pasir bromo. Sebandinglah dengan harga Rp 30.000 untuk mencapai bromo tepat waktu. Keren.. keren.. keren.. lautan pasir dan kawah bromo yang sebelumnya hanya kami lihat dari ketinggian atau Program FTV di salah satu stasiun TV swasta, kini kami lintasi dengan sepeda motor. Tidak lupa beberapa kali kami jatuh bangun melewati lautan pasir ini, tapi ya di sinilah pengalamannya. Tiba disana sekitar jam 9.00, tiba-tiba kami sependapat mencari tempat untuk memasak pagi ini. Sungguh pagi yang menyenangkan, berada di kawah tengger yang dilingkari gunung-gunung tinggi sampai canda-tawa pagi itu tak terasa hingga masakan kami pun matang. Memang rencana awal kami tidak mendaki mendaki Bromo, setelah makan kami langsung lanjut menuju Pulau sempu di selatan Kab. Malang. Jalur yang kami lalui selanjutnya berbeda dari yang sebelumnya. Dari Bromo kami melewati Desa Jemplang – Gubuk Klakah – Tumpang hingga Turen. Melalui jalur ini, untuk keluar dari lautan pasir kami harus menempuh jarak sekitar 20km yang dapat kami lalui dalam waktu 1 jam. Sejenak, boncengan saya “Sonia” mencoba untuk bertukar posisi sebagai pembonceng. Ya, tak apalah disini kalau jatuh juga tidak akan terlalu sakit dan hasilnya pun tidak terlalu buruk tiga kali terjungkal meskipun motor dalam kecepatan rendah. Ya, namanya juga usaha biar ada kenangannya. Setelah mencapai Jemplang perjalanan mulai membosankan, hanya jalan turunan yang kami temui sampai akhirnya menemui peradaban kota. Akhirnya dapat istirahat lagi di suatu Pom Bensin di Kecamatan Turen, Kab Malang. Kami tiba di sana pukul 13.45 lumayanlah bisa istirahat setelah menuruni pegunungan tengger selama 2,5 jam.
Belajar dari pengalaman sebelumnya, tak ingin rencana hari ini berantakan setelah bensin fuel pukul 15.15 langsung kami menuju Pantai Sendang Biru. Hanya 1,5 jam, hingga kami sampai disana pukul 16.45 padahal kapal terakhir hanya sampai pukul 17.00 untuk menuju Pulau Sempu. Saking terburu-burunya pos retribusi masuk pantai ini kami lewati tanpa bayar dan saat tiba disana saya langsung sok akrab dengan rombongan lain yang hendak menyebrang juga. Hasilnya, kami tidak usah bayar ijin untuk menyebrang ke Pulau Sempu padahal biasanya seorang dikenai biaya Rp 60.000. Itulah seni dalam traveling, jadi jangan sungkan untuk buat teman-teman yang hendak traveling juga. Tapi untuk menyebrang menggunakan kapal kami harus bayar sendiri dengan tarif Rp 100.000/perahu max 10 orang. Berhubung kami cuma berempat seorang dikenai tarif Rp 25.000. Tapi sebelumnya motor kami dititipkan dulu, ada beberapa tempat penitipan motor disini dan bisa dijamin aman. Hanya 15 menit menyebrang saat kondisi mulai gelap ternyata perjalanan darat masih harus ditempuh dalam waktu 1,5 jam untuk mencapai tempat berkemah di daerah Segara Anakan. Beruntung pula saat itu tanah tidak becek dan kami mendapat kenalan baru yang bersedia mangantar kami bersama menuju Segara Anakan.
Sedikit saja masukan bagi yang ingin juga merasakan keindahan Pulau Sempu. Bagi yang ingin menuju pulau ini dan tanpa banyak gangguan dari orang lain atau ingin privasi, sebaiknya kemari selain hari libur atau weekend. Tapi kendalanya bila tidak tahu lokasi segara anakan bisa bahaya, bahkan nyasar. Tapi tenang saja, ada guide yang bisa mengantar anda. Bagi yang kesana saat weekend atau liburan (seperti yang kami alami) memang agak sulit untuk mendapatkan lokasi berkemah, tapi dijamin tidak nyasar kerena banyak baengannya – recomended lah bagi yang belum pernah kesana.
Tak disangka, kami sudah kalah start ternyata saat tiba di Segara anakan. Sudah ada sekitar belasan tenda yang berdiri disana. Tapi kami tak perlu repot mencari tempat untuk mendirikan tenda, karena tidak membawa tenda. Sungguh tidak patut dicontoh, tapi kami membawa air yang cukup. Karena disana tak ada sumber mata air tawar, adapun seorang turis manca karena tidak membawa air yang cukup mereka harus kembali ke Sendang Biru untuk mencari air tawar. Akhirnya kami menikmati malam itu dg bersantai di atas pasir putih sambil melihat langit yang cukup cerah. Sambil sesekali terdengar suara ombak, kami menikmati makan malam yang sangat nikmat. Beginilah resikonya bila tidur langsung beratap langit, sekitar pukul 2.00 dini hari gerimis turun dan bubarlah acara. Dengan tingkat kesadaran hanya 25% kami membuat semacam bivak buatan, ya cukuplah untuk melindungi kami dari hujan dan malah kami sempat tertidur disana sampai saat fajar tiba. Inilah waktu yang paling ditunggu, keindahan Segara Anakan mulai nampat. Kata si Ndol sih, “Mas, ini loh yang kaya di film Beach”. Ya Bolehlah, meskipun gak sebagus yang difilm tapi terbalaslah rasa lelah selama 3 hari perjalanan sebelumnya melihat semua ini. Benar-benar seperti danau di tengah lautan. Belum lengkap ni kalau tidak menceburkan diri ke air biru yang sudah memanggil-manggil. Puas sudah bermain air, kami singkat ceritanya hingga kami tiba lagi di Pantai sendang biru pukul 13.00.
Dengan semangat yang masih tersisa kami akhirnya melanjutkan perjalanan, kalau yang ini adalah perjalanan pulang. Kemudian tibalah kembali kami di suatu Pom Bensin daerah Turen pukul 14.00 dan kembali kami sekedar membersihkan diri di sana. Karena target hari ini cukup jauh yaitu bermalam di Madiun sehingga istirahat sekitar 2,5 jam kami rasa cukup. Memasuki kota Malang menjelang magrib dan dengan kondisi gerimis lebat, kami akhirnya berhenti sejenak di sini sambil menikmati Bebek Goreng Asli Malang. Ha..ha.. ya pastilah yang jualan juga di Malang. Kota selanjutnya adalah Batu dan tidak lupa sekedar membeli buah tangan disana. Ternyata mencari lokasi yang menjual Apel Malang tidak mudah, setelah bertanya kesana-kemari akhirnya ketemu juga. Kini yang giliran cari buah tangan Nita dan Ndol, yah namanya cewek ya dititipin apa belinya lebih dari apa. Sambil menungggu kami sempat bertanya mengenai jarak tempuh melewati kawasan Batu ini untuk mencapai kota terdekat. Menurut beliau, “Nanti setelah melewati daerah Ngoro sekitar 1,5 jam ada pertigaan kalau ambil kiri ke Kediri – ambil kanan ke Jombang. Okelah kalau begitu, memang pemikiran kami melalui Kota Batu ini daripada harus keutara dulu lewat Mojokerto mungkin lewat sini lebih dekat. Benar ternyata kami sampai kota Jombang sekitar pukul 23.00. Kira-kira masih 2 jam lagi menuju Madiun, akhirnya kami berdiskusi dulu sejenak disini pasalnya yang dibonceng udah pada ngeluh ngantuk, capek, letih, lemah, lesu dan sebagainya. Heum.. dalam pikiran, kalian yang dibonceng saja begitu lelahnya apalagi kami yang didepan. Akhirnya setelah berdiskusi sejenak dan mengingat kembali tujuan dari perjalanan ini ya untuk fun dan refresing akhirnya lanjutlah ke Madiun. Perjalanan 2 jam ini sungguh sangat lama padahal tarikan gas tidak pernah berkurang, entah berapa ratus atau bahkan ribuan mobil dan truk yang kami dahului. Akhirnya kami melintasi papan selamat datang di Kota Madiun dan tak ada kata lain di pikiran kami kecuali “Istirahat”.......
Hari Kelima – The End, Segar dan Nyaman sekali saat terbangun tapi ternyata sudah jam 11 siang. Astagfirullah, ada apa ini rasanya hanya tidur sejenak tapi 10 jam berlalu bahkan tidak terasa. Langsung saja teringat kalau salah seorang dari kami harus mengambil beasiswa yang terakhir pengambilannya hari ini, hebatnya lagi Bank tutup jam 3 sore. Begini jadinya kalau nyawa dan pikiran belum nyambung semua, sedangkan kondisi cukup gawat. Cukup lama persiapan perjalanan terakhir ini menuju kota Jogja sebelum pukul 15.00 waktu DIY. Sebelum berangkat kami tidak lupa berpamitan dan mengucapkan banyak terima kasih kepada neneknya Mas Banu dan Kerabat lainnya. Juga terima kasih untuk Mbak Atul atas jamuannya. Berangkat dari Madiun tepat pukul 11.45, kami tidak lewat tawangmangu yang jalannya naik turun tapi melalui kota Ngawi yang jalannya lebih lurus. Benar ternyata, tidak ada kemacetan berarti dan kami bisa ngebut sesuka hati sebelum ada insiden kecil yang melibatkan buah tangan yang dibawa Nita terjatuh dan diinjak-injak kendaraan lain. Ya bersyukurlah hanya bawaanya. Sampai di Solo sedikit ada kekhawtiran, karena melewati kota biasanya jalannya membingungkan tapi tak jadi masalah. Sampai selanjutnya memasuki perbatasan Jogja di kawasan Prambanan sekitar pukul 14.30, berarti tinggal 30 menit sebelum Bank tutup. Tinggal sedikit sebelum melewati kampus UPN, justru ada Operasi Kendaraan Bermotor dari Polisi. Hadeuh Pak, kenapa timingnya tepat sekali sih justru tambah bikin panik. Sampai akhirnya tiba di depan Bank untuk mengambil Beasiswanya si Ndol pukul 14.55 waktu DIY. Alhamdulillah, akhirnya sempat juga dan akhirnya makan enak hari ini. Ha..ha.. Ya haruslah, nyawa ini ndol taruhannya.
Ya, Begitulah cuplikan dai perjalanan 5 hari kami “tour de east java” dan tidak terasa penunjuk jarak di Motor menunjukkan jarak yang telah kami tempuh sejauh 1125 KM. Cukuplah untuk membuat Ban Motor kami jadi gundul. Satu pesan terakhir bagi rekan-rekan sekalian yang juga hobi Traveling, jangan jadikan halangan untuk bepergian menjadi masalah tapi fokus saja akan tujuan anda. Maka jalan akan datang sendiri. Semoga Bermanfaat.
In The end - Thanks to Banu, Nita, Ndol dan semuanya yang kami temui di Perjalanan. Just one word to show my feeling in this journey, “Amazing”.

1 komentar:

  1. hahahhaaa....aku suka aku suka,..kapan the next destination??
    nambahin ram,..
    and tanks to "keberuntungan" atas rahmat-Mu yang selalu menyertai langkah kami dalam menapaki destination ini,..hohoho,..travel yang takkan pernah terlupakan..

    BalasHapus